Pilih Bahasa

+62 (0717) 422145 Senin-Jumat: 07.30 - 16.00 WIB
Link Penting UBB

Artikel UBB

Universitas Bangka Belitung's Article
10 Desember 2024 | 10:46:14 WIB


Sastra, Kreativitas Intelektual, dan Manfaatnya Secara Ekonomi


Ditulis Oleh : Darwance

Dosen Fakultas Hukum Universitas Bangka Belitung

MENARIK membaca beberapa tulisan Rusmin Sopian yang terbit di Bangka Pos beberapa waktu belakangan ini. Di antaranya adalah, pertama, tulisan berjudul “Belajar Bahasa Bangka dari Cerita Pendek Anak-anak Hebat” (bangka.tribunnews.com, 7 November 2024).

Berikutnya, tulisan dengan judul “Kebiasaan Membaca Mengantarkan Idraki Juara Menulis Cerita Tingkat Nasional” (bangka.tribunnews.com, 4 Desember 2024). Lalu, tulisan dengan judul “Menelisik Dunia Sastra Bangka Selatan” (bangka.tribunnews.com, 7 Desember 2024). Selain menandai begitu produktifnya Pak Rusmin (biasa saya menyapanya), tulisan-tulisan ini juga menunjukkan betapa pedulinya beliau dengan dunia literasi, termasuk tulisan berbentuk sastra.

Pada tulisan yang pertama, beliau berbagi kisah tentang cerita pendek berbahasa Melayu Bangka karya siswa-siswi SD/MI se-Pulau Bangka yang ikut berkompetisi dalam Festival Tunas Bahasa Ibu (FTBI) yang diselenggarakan Kantor Bahasa Kepulauan Bangka Belitung. Tulisan kedua, tentang Indraki Abrar Kurniawan, siswa kelas VI SDN 5 Tukak Sadai, Bangka Selatan, yang berhasil keluar sebagai juara II menulis cerita dalam lomba Sastra Siswa Nasional tahun 2024 yang diselenggarakan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah di Jakarta. Pada tulisan yang ketiga, seolah-olah sebagai sebuah “paragraf eksplorasi” dari tulisan-tulisan sebelumnya, Pak Rusmin menceritakan perkembangan sastra di Bangka Selatan yang setidak-tidaknya oleh beliau, disebutkan sudah mulai menggeliat di era 70-an lewat buah pena Bakri Djais, mantan karyawan PT Timah Tbk Wilasi Toboali.

Saya berkomunikasi pertama kali dengan Pak Rusmi di awal tahun 2023. Pada saat itu, saya diminta untuk menyampaikan undangan acara pengukuhan guru besar Prof. Dr. Ibrahim, S.Fil. M.Si., guru besar pertama yang lahir dari rahim Universitas Bangka Belitung. Meskipun demikian, saya sebetulnya sudah mengetahui sosok Pak Rusmin dari aktivitas-aktivitas beliau yang tersiar, di antaranya melalui karya-karya yang rutin dipublikasi, termasuk cerpen misalnya.

Sebagai sesama “Orang Habang” (meminjam istilah salah seorang rekan untuk menyebutkan bahwa kami sama-sama orang Bangka Selatan), Pak Rusmin bagi saya bukan hanya figur inspiratif yang konsisten dengan budaya lokal, tetapi juga sosok yang kaya akan pemikiran, salah satunya seperti upaya beliau memadukan antara budaya lokal dengan dunia sastra. Keaktifan beliau di Lembaga Adat Melayu di Negeri Junjung Besaoh kian memperkuat narasi ini.

Sastra dan Kekayaan Intelektual

Cerita pendek (cerpen) merupakan salah satu jenis karya sastra paling terkenal di samping novel, puisi, dan jenis karya sastra yang lain. Cerpen secara sederhana sering dimaknai sebagai karya sastra dalam bentuk tulisan yang mengisahkan tentang sebuah cerita fiksi lalu dikemas secara pendek, jelas, dan ringkas. Dikatakan fiksi, sebab sebuah cerpen merupakan hasil karangan seseorang, walaupun pada perkembangannya, beberapa cerpen sebetulnya merupakan kisah ringkas dari kehidupan seseorang, terutama penulis itu sendiri.

Pengalaman itu dalam penulisan cerpen disebut sebagai sumber inspirasi sehingga karya cerpen tetap dikategorikan sebagai karya sastra fiksi. Salah satu ciri cerpen yang paling identik adalah jumlah kata yang tidak lebih dari 10.000 kata saja, selesai dibaca dalam sekali duduk, dan tidak mengubah nasib tokoh utama.

Sebuah cerpen lahir karena kemahiran seseorang dalam berimajinasi, yakni kemampuan dalam mengolah intelektual untuk melahirkan karya yang apabila dibaca akan memberikan rasa nikmat kepada orang yang membacanya, sebagainya saat menikmati sebuah lagu. Semua orang dapat bermain dengan unsur yang bersifat imajinatif, tetapi tidak semua orang mampu menuangkan hasil imajinasinya itu menjadi sebuah karya, termasuk cerpen.

Oleh sebab itu, sebagai sebuah karya, cerpen pun menjadi objek perlindungan hak kekayaan intelektual hak cipta. Ini selaras dengan pengertian ciptaan itu sendiri di dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UU Hak Cipta), setiap hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata (Pasal 1 Angka 3). Ini kemudian dipertegas oleh Pasal 40, bahwa ciptaan yang dilindungi meliputi ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, terdiri atas buku, pamflet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lainnya. Cerpen merupakan karya tulis di bidang sastra.

Apa Manfaatnya (Secara Ekonomi)?

Memiliki hobi menulis sebuah karya sastra, seperti cerpen, memang tidak dimiliki oleh banyak orang, sebagaimana banyaknya orang yang hobi bermain bola. Dari 30 orang siswa di dalam sebuah kelas saja misalnya, rata-rata yang memiliki hobi menulis lazimnya tak lebih dari 2-3 orang saja. Saya termasuk bagian dari sedikit orang itu.

Ya, saya juga memiliki kegemaran dalam menulis, termasuk menulis karya sastra berupa cerpen. Beberapa cerpen yang pernah dipublikasi di Bangka Pos, di antaranya adalah Aliyah (8 Mei 2011), Perihal Seorang Ayah (17 Mei 2020), dan Perempuan yang Kupanggil Umak (8 Desember 2024). Menulis bagi saya bukan hanya sebatas menyampaikan ide dan gagasan secara konkret, lebih dari itu adalah sebagai bentuk representasi ekspresi, aspirasi, dan tentunya melatih daya kritis. Pada cerpen, ada hal istimewa lain yang didapatkan, yakni wadah dalam menyampaikan banyak kisah yang harapannya dapat memberikan beragam pesan kepada pembaca.

Sebagai sebuah hobi, niat menulis memang bukan untuk mendapatkan uang, tetapi lebih kepada upaya untuk menyampaikan ide dan gagasan yang dimiliki. Manakala ide dan gagasan itu sudah direalisasikan dalam bentuk karya nyata, ada perasaan bebas karena berhasilnya seorang penulis menuangkannya dalam bentuk tulisan-tulisan yang dapat dibaca.

Namun, pada beberapa penulis yang memang konsisten, aktivitas menulis berbuah menjadi sumber pendapatan secara ekonomi. Konsep hak cipta sendiri mengenal adanya dua kekayaan intelektual yang terkandung dalam sebuah ciptaan, yakni hak moral dan hak ekonomi. Contoh hak moral adalah hak untuk tetap dicantumkan namanya sebagai pencipta walaupun secara ekonomi dapat saja ciptaan itu sudah berpindah, sedangkan hak ekonomi merupakan hak eksklusif untuk mendapatkan manfaat ekonomi.

Menulis memang membutuhkan konsistensi. Dari menulis cerpen, seorang penulis suatu saat dapat menerbitkan dalam bentuk antologi, bahkan dapat pula menuangkan dan mengembangkannya dalam bentuk novel.

Hanya saja, jika dengan menulis ternyata ada manfaatnya secara ekonomi, apa salahnya konsisten dalam menulis karya sastra? Apalagi, melalui karya sastra, kita bisa menyampaikan pesan banyak hal, termasuk budaya-budaya lokal. 

 

Arikel telah terbit di Bangkapos.com, Edisi Minggu 8 Desember 2024



UBB Perspectives

Antara Jaring dan Buku Pilihan Hidup Anak Remaja Putus Sekolah di Kepulauan Pongok

Validitas Peringkat UBB: Membongkar Anomali Webometrics

Meski Ilegal, Mengapa Bisnis Thrifting Terus Menjamur?

Tantangan Pemimpin Baru dan Ekonomi Bangka Belitung

Lindungi Anak Kita, Lindungi Masa Depan Bangsa

Akankah Pilkada Kita Berkualitas?

Hulu Hilir Menekan Overcrowded

Penguatan Gakkumdu untuk Mengawal Pesta Demokrasi Berkualitas

Carbon Offset : Blue Ocean dan Carbon Credit

Hari Lingkungan Hidup: Akankah Lingkungan “Bisa” Hidup Kembali?

Juga Untuk Periode Berikut

Untuk Periode Berikut

Stereotipe Pendidikan Feminis

Urgensi Perlindungan Hukum Dan Peran Pemerintah Dalam Menangani Pekerja Anak Di Sektor Pertambangan Timah

Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Asam Laktat Asal Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) yang Berpotensi Sebagai Probiotik

Pemanfaatan Biomikri dalam Perlindungan Lingkungan: Mengambil Inspirasi dari Alam Untuk Solusi Berkelanjutan

FAKTOR POLA ASUH DALAM TUMBUH KEMBANG ANAK

MEMANFAATKAN POTENSI NUKLIR THORIUM DI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG : PELUANG DAN DAMPAK LINGKUNGAN

Pengaruh Sifat Fisika, Kimia Tambang Timah Terhadap Tingkat Kesuburan Tanah di Bangka Belitung

Akuntan dan Jurnalis: Berkolaborasi Dalam Optimalisasi Transparan dan Pertanggungjawaban

Sustainable Tourism Wisata Danau Pading Untuk Generasi Z dan Alpa

Perlunya Revitalisasi Budaya Lokal Nganggung di Bangka Belitung

Semangat PANDAWARA Group: Dari Sungai Kotor hingga Eksis di Media Sosial

Pengaruh Pembangunan Produksi Nuklir pada Wilayah Beriklim Panas

Pendidikan dan Literasi: Mulailah Merubah Dunia Dari Tindakan Sederhana

Mengapa APK Perguruan Tinggi di Babel Rendah ?

Dekonstruksi Cara Pikir Oposisi Biner: Mengapa Perlu?

PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK DENGAN ASAS GOOD GOVERNANCE

UMP Bangka Belitung Naik, Payung Hukum Kesejahteraan Pekerja atau Fatamorgana Belaka?

Membangun Kepercayaan dan Kesadaran Masyarakat Dalam Membayar Pajak Melalui Peningkatan Kualitas Pelayanan Serta Transparansi Alokasi Pajak

Peran Generasi Z di Pemilu 2024

Pemilu Serentak 2024 : Ajang Selebrasi Demokrasi Calon Insan Berdasi

Menelusuri Krisis Literasi Paradigma dan Problematik di Bumi Bangka Belitung

Peran Pemerintah Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Protein Hewani Melalui Pemanfaatan Probiotik dalam Sistem Integrasi Sapi dan Kelapa Sawit (Siska)

TIMAH “BERPERI”

Jasa Sewa Pacar: Betulkah Menjadi sebuah Solusi?

Peran Sosial dan Politis Dukun Kampong

Mahasiswa dan Masalah Kesehatan Mental

Analogue Switch-off era baru Industri pertelevisian Indonesia

Di Era Society 50 Mahasiswa Perlu Kompetensi SUYAK

HUT ke-77 Kemerdekaan Republik Indonesia, sudah merdekakah kita?

Pemblokiran PSE, Pembatasan Kebebasan Berinternet?

Jalan Ketiga bagi Sarjana

Pentingnya Pemahaman Moderasi Beragama Pada Mahasiswa di Perguruan Tinggi Umum

SOCIAL MAPPING SEBAGAI SOLUSI TATA KELOLA SUMBER DAYA ALAM

Bisnis Digital dan Transformasi Ekonomi

Merebut Hati Gen Z

Masyarakat Tontonan dan Risiko Jenis Baru

Penelitian MBKM Mahasiswa Biologi

PEREMPUAN DI SEKTOR PERTAMBANGAN TIMAH (Refleksi atas Peringatan Hari Kartini 21 April 2022)

Kiat-kiat Menjadi “Warga Negara Digital” yang Baik di Bulan Ramadhan

PERANG RUSIA VS UKRAINA, NETIZEN INDONESIA HARUS BIJAKSANA

Kunci Utama Memutus Mata Rantai Korupsi

Xerosere* Bangka dan UBB

Pengelolaan Sumber Daya Air yang Berkelanjutan

SI VIS PACEM PARABELLUM, INDONESIA SUDAH SIAP ATAU BELUM?

RELASI MAHA ESA DAN MAHASISWA (Refleksi terhadap Pengantar Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum)

KONKRETISASI BELA NEGARA SEBAGAI LANGKAH PREVENTIF MENGHADAPI PERANG DUNIA

Memaknai Sikap OPOSISI ORMAWA terhadap Birokrasi Kampus

Timah, Kebimbangan yang Tak akan Usai

Paradigma yang Salah tentang IPK dan Keaktifan Berorganisasi

Hybrid Learning dan Skenario Terbaik

NEGARA HARUS HADIR DALAM PERLINDUNGAN EKOLOGI LINGKUNGAN

Mental, Moral dan Intelektual: Menakar Muatan Visi UBB dalam Perspektif Filsafat Pierre Bourdieu

PEMBELAJARAN TATAP MUKA DAN KESIAPAN

Edukasi Kepemimpinan Milenial versus Disintegrasi

Membangun Kepemimpinan Pendidikan di Bangka Belitung Berbasis 9 Elemen Kewarganegaraan Digital

Menuju Kampus Cerdas, Ini yang Perlu Disiapkan UBB

TI RAJUK SIJUK, DIANTARA KESEMPATAN YANG TERSEDIA

TATAP MUKA

Mengimajinasikan Dunia Setelah Pandemi Usai

MENJAGA(L) LINGKUNGAN HIDUP

STOP KORUPSI !

ILLEGAL MINING TIMAH (DARI HULU SAMPAI HILIR)

KARAKTER SEPERADIK

SELAMAT BEKERJA !!!

ILLEGAL MINING

Pers dan Pesta Demokrasi

PERTAMBANGAN BERWAWASAN LINGKUNGAN

GENERASI (ANTI) KORUPSI

KUDETA HUKUM

Inflasi Menerkam Masyarakat Miskin Semakin Terjepit

NETRALITAS DAN INTEGRITAS PENYELENGGARA PEMILU

Siapa Penjarah dan Perampok Timah ???

Memproduksi Kejahatan

Potret Ekonomi Babel

Dorong Kriminogen

Prinsip Pengelolaan SDA

Prostitusi Online

Menjaga Idealisme dan Kemandirian Pers

JUAL BELI BERITA