UBB Perspective
Universitas Bangka Belitung
Artikel UBB
Universitas Bangka Belitung's Article
10 Desember 2024 | 10:46:14 WIB
Sastra, Kreativitas Intelektual, dan Manfaatnya Secara Ekonomi
Ditulis Oleh : Darwance

Dosen Fakultas Hukum Universitas Bangka Belitung
MENARIK membaca beberapa tulisan Rusmin Sopian yang terbit di Bangka Pos beberapa waktu belakangan ini. Di antaranya adalah, pertama, tulisan berjudul “Belajar Bahasa Bangka dari Cerita Pendek Anak-anak Hebat” (bangka.tribunnews.com, 7 November 2024).
Berikutnya, tulisan dengan judul “Kebiasaan Membaca Mengantarkan Idraki Juara Menulis Cerita Tingkat Nasional” (bangka.tribunnews.com, 4 Desember 2024). Lalu, tulisan dengan judul “Menelisik Dunia Sastra Bangka Selatan” (bangka.tribunnews.com, 7 Desember 2024). Selain menandai begitu produktifnya Pak Rusmin (biasa saya menyapanya), tulisan-tulisan ini juga menunjukkan betapa pedulinya beliau dengan dunia literasi, termasuk tulisan berbentuk sastra.
Pada tulisan yang pertama, beliau berbagi kisah tentang cerita pendek berbahasa Melayu Bangka karya siswa-siswi SD/MI se-Pulau Bangka yang ikut berkompetisi dalam Festival Tunas Bahasa Ibu (FTBI) yang diselenggarakan Kantor Bahasa Kepulauan Bangka Belitung. Tulisan kedua, tentang Indraki Abrar Kurniawan, siswa kelas VI SDN 5 Tukak Sadai, Bangka Selatan, yang berhasil keluar sebagai juara II menulis cerita dalam lomba Sastra Siswa Nasional tahun 2024 yang diselenggarakan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah di Jakarta. Pada tulisan yang ketiga, seolah-olah sebagai sebuah “paragraf eksplorasi” dari tulisan-tulisan sebelumnya, Pak Rusmin menceritakan perkembangan sastra di Bangka Selatan yang setidak-tidaknya oleh beliau, disebutkan sudah mulai menggeliat di era 70-an lewat buah pena Bakri Djais, mantan karyawan PT Timah Tbk Wilasi Toboali.
Saya berkomunikasi pertama kali dengan Pak Rusmi di awal tahun 2023. Pada saat itu, saya diminta untuk menyampaikan undangan acara pengukuhan guru besar Prof. Dr. Ibrahim, S.Fil. M.Si., guru besar pertama yang lahir dari rahim Universitas Bangka Belitung. Meskipun demikian, saya sebetulnya sudah mengetahui sosok Pak Rusmin dari aktivitas-aktivitas beliau yang tersiar, di antaranya melalui karya-karya yang rutin dipublikasi, termasuk cerpen misalnya.
Sebagai sesama “Orang Habang” (meminjam istilah salah seorang rekan untuk menyebutkan bahwa kami sama-sama orang Bangka Selatan), Pak Rusmin bagi saya bukan hanya figur inspiratif yang konsisten dengan budaya lokal, tetapi juga sosok yang kaya akan pemikiran, salah satunya seperti upaya beliau memadukan antara budaya lokal dengan dunia sastra. Keaktifan beliau di Lembaga Adat Melayu di Negeri Junjung Besaoh kian memperkuat narasi ini.
Sastra dan Kekayaan Intelektual
Cerita pendek (cerpen) merupakan salah satu jenis karya sastra paling terkenal di samping novel, puisi, dan jenis karya sastra yang lain. Cerpen secara sederhana sering dimaknai sebagai karya sastra dalam bentuk tulisan yang mengisahkan tentang sebuah cerita fiksi lalu dikemas secara pendek, jelas, dan ringkas. Dikatakan fiksi, sebab sebuah cerpen merupakan hasil karangan seseorang, walaupun pada perkembangannya, beberapa cerpen sebetulnya merupakan kisah ringkas dari kehidupan seseorang, terutama penulis itu sendiri.
Pengalaman itu dalam penulisan cerpen disebut sebagai sumber inspirasi sehingga karya cerpen tetap dikategorikan sebagai karya sastra fiksi. Salah satu ciri cerpen yang paling identik adalah jumlah kata yang tidak lebih dari 10.000 kata saja, selesai dibaca dalam sekali duduk, dan tidak mengubah nasib tokoh utama.
Sebuah cerpen lahir karena kemahiran seseorang dalam berimajinasi, yakni kemampuan dalam mengolah intelektual untuk melahirkan karya yang apabila dibaca akan memberikan rasa nikmat kepada orang yang membacanya, sebagainya saat menikmati sebuah lagu. Semua orang dapat bermain dengan unsur yang bersifat imajinatif, tetapi tidak semua orang mampu menuangkan hasil imajinasinya itu menjadi sebuah karya, termasuk cerpen.
Oleh sebab itu, sebagai sebuah karya, cerpen pun menjadi objek perlindungan hak kekayaan intelektual hak cipta. Ini selaras dengan pengertian ciptaan itu sendiri di dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UU Hak Cipta), setiap hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata (Pasal 1 Angka 3). Ini kemudian dipertegas oleh Pasal 40, bahwa ciptaan yang dilindungi meliputi ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, terdiri atas buku, pamflet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lainnya. Cerpen merupakan karya tulis di bidang sastra.
Apa Manfaatnya (Secara Ekonomi)?
Memiliki hobi menulis sebuah karya sastra, seperti cerpen, memang tidak dimiliki oleh banyak orang, sebagaimana banyaknya orang yang hobi bermain bola. Dari 30 orang siswa di dalam sebuah kelas saja misalnya, rata-rata yang memiliki hobi menulis lazimnya tak lebih dari 2-3 orang saja. Saya termasuk bagian dari sedikit orang itu.
Ya, saya juga memiliki kegemaran dalam menulis, termasuk menulis karya sastra berupa cerpen. Beberapa cerpen yang pernah dipublikasi di Bangka Pos, di antaranya adalah Aliyah (8 Mei 2011), Perihal Seorang Ayah (17 Mei 2020), dan Perempuan yang Kupanggil Umak (8 Desember 2024). Menulis bagi saya bukan hanya sebatas menyampaikan ide dan gagasan secara konkret, lebih dari itu adalah sebagai bentuk representasi ekspresi, aspirasi, dan tentunya melatih daya kritis. Pada cerpen, ada hal istimewa lain yang didapatkan, yakni wadah dalam menyampaikan banyak kisah yang harapannya dapat memberikan beragam pesan kepada pembaca.
Sebagai sebuah hobi, niat menulis memang bukan untuk mendapatkan uang, tetapi lebih kepada upaya untuk menyampaikan ide dan gagasan yang dimiliki. Manakala ide dan gagasan itu sudah direalisasikan dalam bentuk karya nyata, ada perasaan bebas karena berhasilnya seorang penulis menuangkannya dalam bentuk tulisan-tulisan yang dapat dibaca.
Namun, pada beberapa penulis yang memang konsisten, aktivitas menulis berbuah menjadi sumber pendapatan secara ekonomi. Konsep hak cipta sendiri mengenal adanya dua kekayaan intelektual yang terkandung dalam sebuah ciptaan, yakni hak moral dan hak ekonomi. Contoh hak moral adalah hak untuk tetap dicantumkan namanya sebagai pencipta walaupun secara ekonomi dapat saja ciptaan itu sudah berpindah, sedangkan hak ekonomi merupakan hak eksklusif untuk mendapatkan manfaat ekonomi.
Menulis memang membutuhkan konsistensi. Dari menulis cerpen, seorang penulis suatu saat dapat menerbitkan dalam bentuk antologi, bahkan dapat pula menuangkan dan mengembangkannya dalam bentuk novel.
Hanya saja, jika dengan menulis ternyata ada manfaatnya secara ekonomi, apa salahnya konsisten dalam menulis karya sastra? Apalagi, melalui karya sastra, kita bisa menyampaikan pesan banyak hal, termasuk budaya-budaya lokal.
Arikel telah terbit di Bangkapos.com, Edisi Minggu 8 Desember 2024
UBB Perspectives
Antara Jaring dan Buku Pilihan Hidup Anak Remaja Putus Sekolah di Kepulauan Pongok
Validitas Peringkat UBB: Membongkar Anomali Webometrics
Meski Ilegal, Mengapa Bisnis Thrifting Terus Menjamur?
Tantangan Pemimpin Baru dan Ekonomi Bangka Belitung
Lindungi Anak Kita, Lindungi Masa Depan Bangsa
Akankah Pilkada Kita Berkualitas?
Hulu Hilir Menekan Overcrowded
Penguatan Gakkumdu untuk Mengawal Pesta Demokrasi Berkualitas
Carbon Offset : Blue Ocean dan Carbon Credit
Hari Lingkungan Hidup: Akankah Lingkungan “Bisa” Hidup Kembali?
FAKTOR POLA ASUH DALAM TUMBUH KEMBANG ANAK
MEMANFAATKAN POTENSI NUKLIR THORIUM DI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG : PELUANG DAN DAMPAK LINGKUNGAN
Pengaruh Sifat Fisika, Kimia Tambang Timah Terhadap Tingkat Kesuburan Tanah di Bangka Belitung
Akuntan dan Jurnalis: Berkolaborasi Dalam Optimalisasi Transparan dan Pertanggungjawaban
Sustainable Tourism Wisata Danau Pading Untuk Generasi Z dan Alpa
Perlunya Revitalisasi Budaya Lokal Nganggung di Bangka Belitung
Semangat PANDAWARA Group: Dari Sungai Kotor hingga Eksis di Media Sosial
Pengaruh Pembangunan Produksi Nuklir pada Wilayah Beriklim Panas
Pendidikan dan Literasi: Mulailah Merubah Dunia Dari Tindakan Sederhana
Mengapa APK Perguruan Tinggi di Babel Rendah ?
Dekonstruksi Cara Pikir Oposisi Biner: Mengapa Perlu?
PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK DENGAN ASAS GOOD GOVERNANCE
UMP Bangka Belitung Naik, Payung Hukum Kesejahteraan Pekerja atau Fatamorgana Belaka?
Peran Generasi Z di Pemilu 2024
Pemilu Serentak 2024 : Ajang Selebrasi Demokrasi Calon Insan Berdasi
Menelusuri Krisis Literasi Paradigma dan Problematik di Bumi Bangka Belitung
Jasa Sewa Pacar: Betulkah Menjadi sebuah Solusi?
Peran Sosial dan Politis Dukun Kampong
Mahasiswa dan Masalah Kesehatan Mental
Analogue Switch-off era baru Industri pertelevisian Indonesia
Di Era Society 50 Mahasiswa Perlu Kompetensi SUYAK
HUT ke-77 Kemerdekaan Republik Indonesia, sudah merdekakah kita?
Pemblokiran PSE, Pembatasan Kebebasan Berinternet?
Pentingnya Pemahaman Moderasi Beragama Pada Mahasiswa di Perguruan Tinggi Umum
SOCIAL MAPPING SEBAGAI SOLUSI TATA KELOLA SUMBER DAYA ALAM
Bisnis Digital dan Transformasi Ekonomi
Masyarakat Tontonan dan Risiko Jenis Baru
Penelitian MBKM Mahasiswa Biologi
PEREMPUAN DI SEKTOR PERTAMBANGAN TIMAH (Refleksi atas Peringatan Hari Kartini 21 April 2022)
Kiat-kiat Menjadi “Warga Negara Digital” yang Baik di Bulan Ramadhan
PERANG RUSIA VS UKRAINA, NETIZEN INDONESIA HARUS BIJAKSANA
Kunci Utama Memutus Mata Rantai Korupsi
Pengelolaan Sumber Daya Air yang Berkelanjutan
SI VIS PACEM PARABELLUM, INDONESIA SUDAH SIAP ATAU BELUM?
KONKRETISASI BELA NEGARA SEBAGAI LANGKAH PREVENTIF MENGHADAPI PERANG DUNIA
Memaknai Sikap OPOSISI ORMAWA terhadap Birokrasi Kampus
Timah, Kebimbangan yang Tak akan Usai
Paradigma yang Salah tentang IPK dan Keaktifan Berorganisasi
Hybrid Learning dan Skenario Terbaik
NEGARA HARUS HADIR DALAM PERLINDUNGAN EKOLOGI LINGKUNGAN
Mental, Moral dan Intelektual: Menakar Muatan Visi UBB dalam Perspektif Filsafat Pierre Bourdieu
PEMBELAJARAN TATAP MUKA DAN KESIAPAN
Edukasi Kepemimpinan Milenial versus Disintegrasi
Membangun Kepemimpinan Pendidikan di Bangka Belitung Berbasis 9 Elemen Kewarganegaraan Digital
Menuju Kampus Cerdas, Ini yang Perlu Disiapkan UBB
TI RAJUK SIJUK, DIANTARA KESEMPATAN YANG TERSEDIA
Mengimajinasikan Dunia Setelah Pandemi Usai
ILLEGAL MINING TIMAH (DARI HULU SAMPAI HILIR)
PERTAMBANGAN BERWAWASAN LINGKUNGAN
Inflasi Menerkam Masyarakat Miskin Semakin Terjepit
NETRALITAS DAN INTEGRITAS PENYELENGGARA PEMILU
Siapa Penjarah dan Perampok Timah ???